Home » » Antropologi Hukum

Antropologi Hukum

I. PENDAHULUAN

Antropologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari manusia baik dari segi tubuhnya maupun dari segi budayanya, disebut Antropologi Fisik dan Antropologi Budaya. Antropologi Fisik dibedakan antara Paleo Antropologi dan Antropologi Fisik dalam arti sempit. Paleo Antropologi mempelajari asal usul terjadinya manusia, menurut pandangan ilmiah, di mana manusia itu berkembang secara evolusi. Cara mempelajarinya ialah dengan melakukan penggalian tanah untuk menemukan fosil-fosil kerangka manusia purba yang tersimpan dalam lapisan bumi.

Antropologi Budaya pada mulanya dibagi, dalam tiga bagian, yang disebut Etnolinguistik atau Antropologi Bahasa, yang mempelajari berbagai bahasa, macam kata-kata, tata bahasa dan sebagiannya dari berbagai macam suku bangsa dimuka bumi, itu yang pertama. Yang kedua, ialah pra-sejarah atau pra-histori yang mempelajari sejarah perkembangan dan persebaran manusia dimuka bumi, sebelum ia mengenal aksara, termasuk peralatan yang digunakannya atau artefak-artefak yang terdapat dalam lapisan bumi. Yang ketiga, ialah Etnologi atau ilmu bangsa-bangsa yang mempelajari berbagai suku bangsa didunia dan kebudayaannya masing-masing. Etnologi berkembang kearah penelitian yang bersifat ‘descriptive integration’ yaitu pelukisan tentang sesuatu bangsa didaerah tertentu, yang berarti khusus mengenai bangsa-bangsa tertentu, dan penelitian yang dilakukan dengan pendekatan secara umum atau ‘general lizing approach’.
Kemudian keinginan tahu manusia bertambah luas, dan ilmu pengetahuan bertambah maju dari ketiga bagian antropoligi budaya itu berkembang pula bagian-bagian yang lain dengan cara pendekatan yang berbeda-beda atau permasalahan khusus yang berbeda-beda. Misalnya di Amerika Serikat, kemudian di Inggris orang mempelajari etnologi dengan pendekatan ilmu jiwa dengan sasaran masalah tentang kepribadian bangsa, sifat watak danperilaku individu sesuatu bangsa, peranan individu dalam perubahan adat istiadat, sehingga diketahui nilai-nilai universal keadaan sesuatu bangsa berdasarkan konsepsi ilmu jiwa. Dengan demikian lahirlah bagian antropologi budaya yang dinamakan Etnopsikologi atau Ilmu Jiwa bangsa-bangsa.
Sekitar tahun 1930 dikarenakan hasil penelitian Firth lahir pula ‘Antropologi Ekonomi’ ialah bagian antropologi budaya yang mempelajari ekonomi pedesaan, dengan membahas permasalahan gejala-gejala ekonomi dipedesaan, cara mengumpulkan modal, pengarahan tenaga kerja,sistem produksi, pemasaran local dan sebagainya. Dan seterusnya menjelang akhir sebelum perang dunia kedua dan terutama sesudahnya, diberbagai Negara lahir pula spesialisasi dalam antropologi budaya, seperti yang disebut ‘Antropologi Pembangunan’, ‘Antropologi Pendidikan’, ‘Antropologi Kesehatan’, ‘Antropologi Kependudukan’, ‘Antropologi Politik’ dan sebagaimana yang akan kita bicarakan dalam buku ini ialah tentang ‘Antropologi Hukum’.


II. APAKAH ANTROPOLOGI HUKUM ITU

Antropologi hukum adalah suatu bidang khusus atau suatu spesialisasi dari Antropologi budaya, yang menjadi ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Ilmu pengetahuan mengandung tiga hal, yaitu adanya ‘objek’, ‘metode’ dan ‘sistem’, yang satu dan lain berkait-kait. Objek yang dimaksud ialah adanya ‘masalah tertentu’ yang dibahas, dengan metode. Metode adalah suatu cara kerja ilmiah untuk dapat memahami masalah yang dijadikan objek sehingga apa yang diketahui itu benar (objektif). Sistem adalah suatu uraian yang unsur-unsurnya saling bertautan dengan satu dan lain (sistematik) sehingga merupakan kesatuan dan kebulatan pengertian. Ilmu pengetahuan itu adalah ilmu yang dapat diuji kebenarannya, atau dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Hukum adalah bagian dari suatu kebudayaan dan antropologi budaya itu melakukan pendekatan menyeluruh, menyeluruh terhadap segala hasil daya cipta manusia, maka demikian pula antropologi hukum melakukan pendekatan secara menyeluruh (holistik) terhadap segala sesuatu yang melatar belakangi budaya hukum itu.

A. ANTROPOLOGI HUKUM
1. Pokok Pengertian :
Ilmu pengetahuan(logos) dan manusia(antropos) yang bersangkutan dengan hukum. Manusia yang diamaksud adalah manusia yang hidup bermasyarakat,bergaul antara satu dengan yang lain baik masyarakat yang masih sederhana budayanya (primitif) maupun yang sudah modern(maju) budayanya. Masalah hukum dalam antropologi hukum bukan semata-mata masalah hukum yang normatif sebagaimana terdapat dalam hukum perundangan, atau masalah hukum yang merupakan pola ulangan perilaku yang sering terjadi sebagaimana terdapat dalam hukum adat bukan itu saja. Tetapi juga masalah budaya perilaku manusianya yang berbuat terhadap suatu masalah hukum, dikarenakannya adanya faktor-faktor budaya yang mempengaruhinya.
2. Sifat Keilmuan :
Sebagaimana dikemukakan L.Pospisil bahwa antropologi hukum tidaklah bersifat etnosentris, artinya tidaklah segala sesuatunya hanya diukur menurut ukuran yang berlaku dalam budaya sendiri, oleh karena antopologi itu adalah sebagai berikut :
A. AH itu tidak membatasi pandangannya pada kebudayaa-kebudayaan tertentu. Masyarakat manusia di pelajari dengan cara perbandingan. Bagaimana sederhananya tahap perkembangan masyarakat, sepatutnya dipelajari di samping masyarakat yang budayannya sudah maju, yang tidak dibedakan secara kualitatif.
B. AH bebeda dari cabang ilmu social yang lainnya karena ilmu ini mempelajari masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dimana bagian-bagiannya saling bertautan. Jadi tidak dapat dipotong-potong menurut segi tertentu.
C. AH yang modern tidak lagi memusatkan perhatian hanya pada kekuatan-kekuatan sosial dan hal-hal yang superorganis, lalu memperkecil peranan individu. Semuanya mendapat perhatian yang sama.
D. AH tidak memandang masyarakat yang dalam keseimbangan yang mengalami gangguan jika ada penyimpangan tetapi masyarakat dipandang secara dinamis, sehingga peranan sosial dari hukum tidak terbatasmempertahankan statusquo. Sebafaimana dikatakan Stone, Antropologi Hukum bukanlah penganut ‘ketidakmampuan legislatif’.
E. AH termasuk ilmu tentang hukum yang bersifat empiris, konsekuensinya ialah bahwa teori yang dikemukakan harus didukung fakta yang relevan atau setidak-tidaknya terwakili secara representative dari fakta yang relevan. Fakta yang dimaksud adalah kejadian yang dapat di tangkap oleh panca indra.
3. Ruang Lingkup
Sekitar tahun 1940 muncul karya-karya tulis yang pada umumnya merupakan analisis terhadap perkara-perkara perselisihan (Trouble Cases) dalam berbagai masyarakat sederhana sebagaimana dilakukan oleh Llewellyn dan Hobel. Sejak tahun 1954 mulai terbit karya-karya tulis yang menggunakan metode khusus Hobel, Smith, Roberts dan Howell dll. Sasaran penelitian atau pengkajian Antropologi Hukum itu luas dan menyeluruh, atau sebagaimana dikatakan T.O Ihromi,…. Dapat saja dikemukakan bahwa Antropologi Hukum sebagai suatu cabang spesialisasi dari Antropologi Budaya yang secara khusus menyoroti segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan hukum sebagai alat pengendalian sosial, hal mana akan mempunyai makna ,hukum dipandang secara integrasi dalam kebudayaan ,di mana hukum tidak terpisah dari kategori pengendalian sosial lainnya dan hukum ditekuni adalah hukum dalam aneka jenis masyarakat.
B. METODE PENDEKATAN
1. Metode Historis
Mempelajari perilaku manusia dan budaya hukumnya dengan kaca mata sejarah. Apabila perkembangan hidup manusia itu berlaku secar evolusi, maka begitu pula hukum yang lahir dari padanya dan hukum yang mengaturnya berubah dan berkembang secara evolusi. Berdasarkan teori evolusi tersebut, maka sejarah perkembangan manusia dan hukumnya dapat digambarkan sebagai berikut :

Tahap (1)
Manusia
berpikir dan berperilaku
Tahap (2)
PRIBADI
Kebiasaan
Tahap (3)
MASYARAKAT
Adat
Tahap (4)
POLITIK
Tahap (5)
NEGARA
H.Perundangan

H.adat

2. Metode Normatif-Ekspioratif
Mempelajari manusia dan budaya hukumnya dengan bertitik tolak pada norma-norma atau kaidah-kaidah hukum yang sudah ada baik dalam bentuk kelembagaan maupun dalam bentuk perilaku. Apabila penjajakan normatif hanya untuk mengetahui kaidah hukum (perundangan) yang akan digunakan dalam menyelesaikan peristiwa hukumnya saja, dan cukup sampai disitu dalam hal ini kebanyakan dilaksanakan oleh para sarjana hukum praktisi/para penegak hukum seperti polisi yang membuat berita acara pemeriksaan terhadap tersangka; jaksa menyiapkan surat tuduhan untuk diajukan kepada pengadilan dan, hakim yang akan menetapkan keputusan pengadilan dan para pejabat pemerintah yangmenyelesaikan sengketa hak-hak tanah rakyat untuk kepentingan pembangunan. Maka yang demikian itu bersifat pendekatan yang normatif-juridis ,yang banyak dilakukan oleh para sarjana hukum praktisi.
3. Metode Deskriptif Perilaku
Cara mempelajari perilaku manusia dan budaya hukumnya, dengan melukiskan situasi hukum yang nyata. Cara ilmiah ini menyampingkan norma-norma hukum yang ideal, yangdiciptakan berlaku, tertulis atau tidak tertulis, sehingga ia merupakan kebalikan dari metode normatif-eksploratif. Jadi metode ini tidak bertitik tolak dari hukum yang eksplisit (terang dan jelas) aturannya, yang positif dinyatakan berlaku, tetapi yang diutamakannya adalah kenyataan-kenyataan hukum yang benar-benar Nampak dalam situasi hukum atau peristiwa hukumnya. Penggunaan metode diskriptif akan menjadi lebih sempurna apabila ia juga didampingi metode kasus, sebagaimana dilakukan R.F Barton dalam meneliti masyarakat Ifugao di Luzon Utara Filipina atau Rattray dalam ia meneliti masyarakat di pantai emas di Afrika Barat. Penelitian yang dilakukan mereka ialah dengan terjun langsung ke lapangan dengan penduduk setempat, melihat dan mengamati berbicara bertatap muka dengan para informan.
4. Metode Studi Kasus
Mempelajari kasus-kasus peristiwa hukum yang terjadi, terutama kasus-kasus perselisihan. Studi kasus ini induktif, artinya dari berbagai kasus yang dapat dikumpulkan, kemudian data-datanya dia analisis secara khusus lalu dibandingkan dengan ketentuan-ketentuan yang umum. Peristiwa perilaku yang terjadi dan berlaku dibandingkan dengan norma-norma hukum yang ideal dan yang eksplisit dianggap masih tetap berlaku.

2 komentar:

Histats