Home » » Redenominasi Rupiah

Redenominasi Rupiah

JAKARTA, KOMPAS.com — Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia belum memandang penting adanya penyederhanaan nilai nominal redenominasi terhadap uang rupiah. Kadin menilai wacana redenominasi belum mendesak untuk kondisi saat ini.

"Komentar saya tentang redenominasi, sepertinya masih banyak yang lain dan lebih penting. Menurut saya itu belum penting," kata Ketua Kadin Suryo Bambang Sulisto di acara Outlook Jakarta Post tentang "Can the Consumer Economy Keep Indonesia Out of Trouble?
" di Hotel Four Seasons di Jakarta, Rabu (30/1/2013). 
Bambang sudah mengetahui bahwa wacana redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan nilai nominal mata uang rupiah dengan menghapus tiga angka nol dalam denominasi rupiah. Namun, sampai saat ini pengusaha belum merasa perlu untuk wacana tersebut.

Menurut Bambang, yang diinginkan pengusaha saat ini adalah kestabilan nilai tukar rupiah sehingga akan menguntungkan, baik bagi pengekspor maupun pengimpor. Hal ini akan menepis anggapan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar AS memang terendah dibanding negara lain.

"Justru pemerintah harus mengupayakan nilai tukar rupiah bisa stabil. Kita ingin agar rupiah bisa stabil di level Rp 9.600-anlah per dollar AS. Itu akan menguntungkan semuanya," ujarnya.

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada A Tony Prasetiantono dalam tulisannya di Kompas (30/1/2013) mengatakan, dalam kondisi sekarang, ketika rupiah "terbebani" banyak angka nol pun, perekonomian Indonesia masih tumbuh 6,3 persen, inflasi 4,3 persen, suku bunga acuan 5,75 persen, kredit bank berekspansi 23 persen, dan cadangan devisa 112 miliar dollar AS. Memang masih ada berbagai masalah, misalnya fiskal (APBN) yang terbebani subsidi energi Rp 306 triliun, defisit neraca perdagangan 1,5 miliar dollar AS, dan defisit transaksi berjalan 20 miliar dollar AS. Namun, secara keseluruhan, perekonomian Indonesia terhitung "baik-baik saja". Karena itu, redenominasi tidak mendesak.

Pelaksanaan redenominasi akan dimulai pada 1 Januari 2014. Mulai 1 Juli 2013, label harga ganda diberlakukan. Bersamaan dengan diberlakukannya label harga ganda, Bank Indonesia menerbitkan mata uang dengan gambar yang sama, tetapi berbeda angka. Angka lama seperti saat ini dan angka baru dengan tiga nol yang dihilangkan.
 
Kondisi ini akan sebanding dengan nilai ringgit Malaysia terhadap dolar AS sebesar 3,05 ringgit, peso Filipina yang sebesar 41,92 peso, baht Thailand sebesar 30,52 baht, dan dolar Singapura sebesar 1,23 dolar Singapura. (A063/D007)


Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/01/30/11292665/Kadin.Redenominasi.Rupiah.Belum.Penting 

0 komentar:

Posting Komentar

Histats