Home » » Kenapa Aku Sipit, Bu?

Kenapa Aku Sipit, Bu?

Kenapa Aku Sipit, Bu? Anak-anak, sering kali pemikirannya membuat kita takjub. Pertanyaannya membuat kita bingung harus menjawab apa. Begitu pertanyaan terlontar dari mulut mungilnya, kita serasa disengat lebah. Kaget, heran, tak bisa berpikir cepat. “Kenapa aku sipit, Bu?” Kudengar sayup-sayup suara Si Sulung dari kamar. Kupikir dia sedang asyik nonton video Pentas Seni kemarin. “Yla ngomong sama Ibu, Nak?” Aku yang di depan komputer menghampiri ke kamar. “Iya. Kenapa mataku sipit, Bu?” ??? Hang. Bingung. … Gak cukup kata menggambarkan perasaanku saat itu. Berpikir-pikir bagaimana menjelaskannya ya? Mati aku! Hm… Sambil terus berpikir, aku rangkul dia. “Begini, Tuhan menciptakan manusia itu seperti yang Tuhan suka. Tidak ada yang sama. Seperti juga binatang yang bentuknya beda-beda. Nah, kamu kan anak orang Cina. Orang Cina itu kan kulitnya putih, matanya sipit. Kalau kamu anak orang negro, kulitnya hitam, rambutnya keriting.” “Tapi aku gak mau sipit, Bu.” Si Sulung malah sedih. “Memangnya kalau sipit kenapa?” “Gak mau…” matanya mulai berkaca-kaca. “Yla, mata sipit itu bukan hal yang jelek. Mata Ibu juling, tapi Ibu gak sedih. Dulu, waktu kamu di perut, semua orang berdoa sambil elus perut Ibu terus bilang, “semoga bayinya lahir sehat dan sempurna”. Begitu kamu lahir, Om Dokter bilang, “Bu, diperiksa dulu bayinya. semua lengkap ya. Terus Ibu hitung jumlah mata, tangan, kaki, semua jari. Lengkap. Artinya, kamu lahir sempurna.” “Tapi aku sipit…” Air matanya mulai turun. “Yla, mata sipit itu bukan cacat. Tuhan pasti punya maksud kenapa matamu sipit. Inget Om Anton yang temennya Om Bayu? Kedua tangannya cacat. Tapi Om Anton gak sedih. Om Anton malah nyanyinya bagus sekali kan? Karena Om Anton senang diciptakan seperti itu sama Tuhan.” Anton dan Bayu yang aku maksud adalah para personil Jamaica Cafe. Aku kenal Bayu sejak jaman SMA dulu. Air matanya mulai jadi sungai kecil. Duh, Tuhan… “Yla, mata ayah juga sipit. Duluu… waktu kamu kecil, kata orang kamu mirip Koh Ezra. Ibu liat fotonya Ezra waktu kecil, memang mirip banget. Ada lagi yang bilang muka kamu kayak Emak. Berarti kamu memang anak Ayah, cucunya Emak.” Aku menahan napas sejenak. “Yakin deh, Tuhan ciptakan Yla dengan mata sipit, kulit putih, pasti ada maksudnya. Semua orang bilang Yla cantik. Biar sipit Yla cantik. Harus bersyukur karena Yla tidak punya cacat. Ya?” Si Sulung mengangguk. Pelan sekali. “Masih sedih?” Si Sulung menggeleng, juga pelan. “Besok lagi kalau kamu sedih, ingat sama Om Anton ya. Om Anton memang cacat, tapi bangga sama dirinya. Bisa nyanyi bagus sekali. Kamu senang dengerin lagu-lagunya Om Anton kan?” Si Sulung mulai tersenyum. “Nah gitu, Tuhan sayang sama semua orang. Pasti Tuhan punya maksud kenapa kita diciptakan lain-lain. Kalau kamu merengut terus nanti cantiknya luntur…” Senyumnya makin lebar. Legaaa… Si Sulung, memang baru 6 tahun. Entah kenapa merasa minder karena matanya sipit. Karena kamu anak Ayah, Nak. Kalau kamu hitam dan keriting, jangan-jangan kamu bukan anak Ayah… Bangga Bermata Sipit “mbok melek lee!!” “yen ngguyu merem,ditinggal ndelik kancane lho…” “sipit!!!” “lele(kerenai ikan ini juga sipit)” “chigo=cina gosong” Adalah beberapa dari banyak hinaan yang sering saya terima . Konsekuensi dari seorang anak keturunan Jawa Tulen yang tumbuh dan berkembang di Magelang. Memang, sangat menyakitkan hati waktu mendengarnya. Tetapi, lama-kelamaan saya menjadi terbiasa. Dulu, waktu saya masih kecil, seringkali saya berpikir, apa salah saya? Saya tidak bisa meminta dilahirkan sebagai seorang cewek bermata sipit. Tuhan yang menciptakan saya. Apa saya bisa protes? Apa bisa saya minta dilahirkan saja sebagai keturunan Bali???Biar bisa “mlerak-mlerok” or matanya “mblalak” gitu ? Tentu tidak, bukan?! Tuhan sudah mengatur saya untuk dilahirkan sebagai orang Indonesia bermata sipit. Mau tidak mau harus saya terima. Suka tidak suka harus suka karena saya yakin Tuhan tidak pernah iseng. Bila saya ditempatkan di Indonesia, saya yakin, Tuhan memang menginginkan saya menjadi orang Indonesia dan berkarya untuk Indonesia. Hal itulah yang akhirnya membuat saya bersyukur dengan hinaan-hinaan yang saya terima karena semakin menguatkan tekad saya untuk membuktikan bahwa saya layak menjadi orang Indonesia dan berkarya untuk Indonesia. Saat ini, saya melihat bangsa Indonesia sudah semakin sadar akan perbedaan-perbedaan yang dimilikinya. Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya slogan kosong tapi sudah menjadi lem perekat persatuan bangsa. Saya yakin, bangsa ini sudah menyadari bahwa persatuan dan kesatuan bangsa lebih penting di atas segalanya. Perbedaan yang ada bukan menjadi alat pemecah belah tetapi menjadi asset kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, saat ini dengan bangga saya bisa mengatakan: “Meskipun sipit, saya orang Indonesia!” Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia. Kenapa Aku Sipit, Bu? Anak-anak, sering kali pemikirannya membuat kita takjub. Pertanyaannya membuat kita bingung harus menjawab apa. Begitu pertanyaan terlontar dari mulut mungilnya, kita serasa disengat lebah. Kaget, heran, tak bisa berpikir cepat. “Kenapa aku sipit, Bu?” Kudengar sayup-sayup suara Si Sulung dari kamar. Kupikir dia sedang asyik nonton video Pentas Seni kemarin. “Yla ngomong sama Ibu, Nak?” Aku yang di depan komputer menghampiri ke kamar. “Iya. Kenapa mataku sipit, Bu?” ??? Hang. Bingung. … Gak cukup kata menggambarkan perasaanku saat itu. Berpikir-pikir bagaimana menjelaskannya ya? Mati aku! Hm… Sambil terus berpikir, aku rangkul dia. “Begini, Tuhan menciptakan manusia itu seperti yang Tuhan suka. Tidak ada yang sama. Seperti juga binatang yang bentuknya beda-beda. Nah, kamu kan anak orang Cina. Orang Cina itu kan kulitnya putih, matanya sipit. Kalau kamu anak orang negro, kulitnya hitam, rambutnya keriting.” “Tapi aku gak mau sipit, Bu.” Si Sulung malah sedih. “Memangnya kalau sipit kenapa?” “Gak mau…” matanya mulai berkaca-kaca. “Yla, mata sipit itu bukan hal yang jelek. Mata Ibu juling, tapi Ibu gak sedih. Dulu, waktu kamu di perut, semua orang berdoa sambil elus perut Ibu terus bilang, “semoga bayinya lahir sehat dan sempurna”. Begitu kamu lahir, Om Dokter bilang, “Bu, diperiksa dulu bayinya. semua lengkap ya. Terus Ibu hitung jumlah mata, tangan, kaki, semua jari. Lengkap. Artinya, kamu lahir sempurna.” “Tapi aku sipit…” Air matanya mulai turun. “Yla, mata sipit itu bukan cacat. Tuhan pasti punya maksud kenapa matamu sipit. Inget Om Anton yang temennya Om Bayu? Kedua tangannya cacat. Tapi Om Anton gak sedih. Om Anton malah nyanyinya bagus sekali kan? Karena Om Anton senang diciptakan seperti itu sama Tuhan.” Anton dan Bayu yang aku maksud adalah para personil Jamaica Cafe. Aku kenal Bayu sejak jaman SMA dulu. Air matanya mulai jadi sungai kecil. Duh, Tuhan… “Yla, mata ayah juga sipit. Duluu… waktu kamu kecil, kata orang kamu mirip Koh Ezra. Ibu liat fotonya Ezra waktu kecil, memang mirip banget. Ada lagi yang bilang muka kamu kayak Emak. Berarti kamu memang anak Ayah, cucunya Emak.” Aku menahan napas sejenak. “Yakin deh, Tuhan ciptakan Yla dengan mata sipit, kulit putih, pasti ada maksudnya. Semua orang bilang Yla cantik. Biar sipit Yla cantik. Harus bersyukur karena Yla tidak punya cacat. Ya?” Si Sulung mengangguk. Pelan sekali. “Masih sedih?” Si Sulung menggeleng, juga pelan. “Besok lagi kalau kamu sedih, ingat sama Om Anton ya. Om Anton memang cacat, tapi bangga sama dirinya. Bisa nyanyi bagus sekali. Kamu senang dengerin lagu-lagunya Om Anton kan?” Si Sulung mulai tersenyum. “Nah gitu, Tuhan sayang sama semua orang. Pasti Tuhan punya maksud kenapa kita diciptakan lain-lain. Kalau kamu merengut terus nanti cantiknya luntur…” Senyumnya makin lebar. Legaaa… Si Sulung, memang baru 6 tahun. Entah kenapa merasa minder karena matanya sipit. Karena kamu anak Ayah, Nak. Kalau kamu hitam dan keriting, jangan-jangan kamu bukan anak Ayah… Bangga Bermata Sipit “mbok melek lee!!” “yen ngguyu merem,ditinggal ndelik kancane lho…” “sipit!!!” “lele(kerenai ikan ini juga sipit)” “chigo=cina gosong” Adalah beberapa dari banyak hinaan yang sering saya terima . Konsekuensi dari seorang anak keturunan Jawa Tulen yang tumbuh dan berkembang di Magelang. Memang, sangat menyakitkan hati waktu mendengarnya. Tetapi, lama-kelamaan saya menjadi terbiasa. Dulu, waktu saya masih kecil, seringkali saya berpikir, apa salah saya? Saya tidak bisa meminta dilahirkan sebagai seorang cewek bermata sipit. Tuhan yang menciptakan saya. Apa saya bisa protes? Apa bisa saya minta dilahirkan saja sebagai keturunan Bali???Biar bisa “mlerak-mlerok” or matanya “mblalak” gitu ? Tentu tidak, bukan?! Tuhan sudah mengatur saya untuk dilahirkan sebagai orang Indonesia bermata sipit. Mau tidak mau harus saya terima. Suka tidak suka harus suka karena saya yakin Tuhan tidak pernah iseng. Bila saya ditempatkan di Indonesia, saya yakin, Tuhan memang menginginkan saya menjadi orang Indonesia dan berkarya untuk Indonesia. Hal itulah yang akhirnya membuat saya bersyukur dengan hinaan-hinaan yang saya terima karena semakin menguatkan tekad saya untuk membuktikan bahwa saya layak menjadi orang Indonesia dan berkarya untuk Indonesia. Saat ini, saya melihat bangsa Indonesia sudah semakin sadar akan perbedaan-perbedaan yang dimilikinya. Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya slogan kosong tapi sudah menjadi lem perekat persatuan bangsa. Saya yakin, bangsa ini sudah menyadari bahwa persatuan dan kesatuan bangsa lebih penting di atas segalanya. Perbedaan yang ada bukan menjadi alat pemecah belah tetapi menjadi asset kekayaan bangsa yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, saat ini dengan bangga saya bisa mengatakan: “Meskipun sipit, saya orang Indonesia!” Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa: Indonesia. Post By Fredy Bagus Kusumaning Yandi

0 komentar:

Posting Komentar

Histats